Bab 8
Munasakhat dan
At-Takharuj min at-Tarikah
Pada bab ini Anda akan mempelajari:
·
Definisi Munasakhat
·
Tata Cara Perhitungan untuk Kasus Munasakhat
·
Tata Cara Perhitungan untuk Kasus Munasakhat
Bertingkat
·
At-Takharuj min at-Tarikah
·
Tata Cara Perhitungan untuk Kasus At-Takharuj
min at-Tarikah
Definisi Munasakhat
Munasakhat menurut ulama faraid ialah meninggalnya sebagian
ahli waris sebelum pembagian harta waris sehingga bagiannya berpindah kepada
ahli warisnya yang lain. Dengan demikian, bisa saja dalam satu keadaan terdapat
seorang pewaris (orang yang meninggal) yang meninggalkan beberapa ahli waris,
lalu ada diantara mereka, salah seorang atau lebih yang juga meninggal dunia,
dimana harta warisan belum dibagikan sama sekali kepada mereka semua. Maka dalam
hal ini terdapat pewaris kesatu (orang yang meninggal dunia pertama kali) dan
pewaris kedua, yakni orang yang meninggal dunia kemudian, dimana sebenarnya
pewaris kedua ini adalah ahli waris dari pewaris kesatu. Masing-masing mereka,
yakni pewaris kesatu memiliki ahli waris tersendiri (ahli waris kesatu) dan
pewaris kedua memiliki ahli waris tersendiri juga (ahli waris kedua), dimana
dalam hal ini terdapat tiga macam keadaan yang mungkin terjadi, yakni:
1.
Ahli waris kedua adalah merupakan ahli waris dari pewaris pertama dengan
tingkat kekerabatan yang sama. Dalam kasus seperti ini masalahnya tidak berubah,
dan cara pembagian warisnya pun tidak berbeda. Misalnya, ada seseorang wafat dan
meninggalkan lima orang anak laki-laki. Kemudian salah seorang dari kelima anak
laki-laki itu ada yang meninggal, tetapi yang meninggal itu tidak mempunyai ahli
waris kecuali saudaranya yang empat orang tersebut, maka seluruh harta waris
yang ada hanya dibagikan kepada keempat anak laki-laki yang tersisa, seolah-olah
ahli waris kedua yang meninggal itu tidak ada dari awalnya.
2.
Ahli waris kedua adalah merupakan ahli waris dari pewaris pertama, namun
tingkat kekerabatannya tidak sama, yakni ada perbedaan dalam hal jauh-dekatnya
nasab mereka terhadap pewaris. Misalnya, seseorang mempunyai dua orang istri.
Dari istri yang pertama mempunyai keturunan seorang anak laki-laki. Sedangkan
dari istri kedua mempunyai keturunan tiga anak perempuan. Ketika sang suami
meninggal, berarti ia meningalkan dua orang istri dan empat anak (satu laki-laki
dan tiga perempuan). Kemudian, salah seorang anak perempuan itu meninggal
sebelum harta waris peninggalan ayahnya dibagikan. Maka ahli waris anak
perempuan ini adalah sosok ahli waris dari pewaris pertama (ayah). Namun, dalam
kedua keadaan itu terdapat perbedaan dalam hal jauh-dekatnya nasab kepada
pewaris. Pada keadaan yang pertama (meninggalnya ayah), anak laki-laki menduduki
posisi sebagai anak. Tetapi dalam keadaan yang kedua (meninggalnya anak
perempuan), anak laki-laki terhadap yang meninggal berarti merupakan saudara
laki-laki seayah, dan yang perempuan sebagai saudara perempuan sekandung. Jadi,
dalam hal ini pembagiannya akan berbeda, dan mengharuskan kita untuk mengamalkan
suatu cara yang disebut oleh kalangan ulama faraid disebut sebagai masalah
jami'ah.